Rabu, 17 Juni 2009

GELAP, SENDIRI DAN MENANGIS





Aku pernah bilang, aku paling benci dalam GELAP. Bukan karena takut, bukan karena tak terang dan tak bisa melihat. Yang membuatku benci akan kegelapan adalah...karena dalam kegelapan aku akan menangis, semua yang tak mau kuingat akan terlintas dan berkumpul dalam ingatanku. Berputar kembali seperti film dalam bioskop. Lebar dan sangat nyata.

Aku juga pernah bilang aku paling benci SENDIRI. Bukan karena sepi dan tak ada teman cerita. Lebih dari itu. Memang sendiri membuat sepi, dan itu cukup menyedihkan. Tapi yang membuatku benci adalah...karena dalam kesendirian pikiranku berjalan pada apa yang tak ingin kupikirkan dan hal ini juga akan membuatku menangis. Sebenarnya intinya sama, GELAP dan SENDIRI akan membuatku menangis.


Dan kalau digabung, SENDIRI DALAM KEGELAPAN SAMA DENGAN MENANGIS. Lipat 1000 kali aku membencinya. I HATE IT!!! sebenarnya kalau ada yang jeli dan cukup peka terhadap rasa, dia pasti akan mengatakan seperti ini padaku “ yang kamu benci itu bukanlah gelap dan sendiri, tapi MENANGIS. Itulah yang sebenar-benarnya kamu benci. Kamu tak suka menangis dan tak ingin menangis tapi terkadang kamu harus menangis”. Ya.. itu benar, sangat benar.

Dalam perjalananku dari semenjak aku dilahirkan sampai saat sekarang ini, masa dimana seorang gadis beranjak pada kedewasaan. Tentunya dari segi umur, saat ini umurku sudah 23 tahun. Yup memasuki tahap dewasa. Seharusnya seperti itu...tapi ternyata aku mendapati diriku sebagai anak kecil yang begitu cengeng, sering menangis dan manja terhadap sesuatu yang sebenarnya mudah tapi kelihatan sulit. Dari kecil sudah terbiasa menangis. Entah keturunan dari ibuku yang sering kulihat menangis atau hanya diriku yang terlalu melenkolis hingga hal-hal tak seharusnya ditangisi juga aku tangisi. Yang jelas dalam gelap aku lebih sering menangis. Sendiripun juga begitu. Menangis. Seperti itulah kenyataannya.

Menangis adalah bagian dari pelarianku pada apa yang tak kuingini. Aku tidak suka menangis, aku tidak mau menangis tapi terkadang ada hal yang mengharuskanku untuk menangis. Jika aku dalam gelap, sekuat mungkin kutahan agar tak jatuh butir air mataku, tapi susah karena akan tercekat ditenggorokan kecuali secepatnya harus dikeluarkan. Aku harus menangis. Jika sendiripun begitu. Aku juga harus menangis karena kalau tidak aku akan sesak.
Aku kagum pada orang yang mengaku mampu mengatur air matanya, alangkah kuatnya mereka. Tapi aku sebenarnya tidak percaya bahwa ada orang yang mampu menahan tangisnya, kecuali hatinya keras seperti batu barulah dia tak menangis. Selama kepekaannya masih berfungsi dengan baik kupastikab dia pasti akan menangis. Bukankah tangis juga anugerah?? Jadi tak ada salahnya menangis. Tapi aku membencinya meskipun dengan menangis aku akan lega, sesakku akan hilang. Aku membencinya karena ketika aku menangis ada kesedihan. Aku tidak suka bersedih. Aku mau tertawa. Tapi terlalu banyak hal disekelilingku yang membuat aku sedih dan akhirnya memaksaku menangis sendiri dalam gelap. Sungguh aku tidak ingin menangis, tapi aku tidak tau bagaimana mencegahnya. Apakah aku harus membutakan hatiku? Ataukah mengeraskan jiwaku? Agar tak menangis lagi. 501.120609.

Tidak mungkin...bagaimana bisa aku merasa jika hatiku buta. Bagaimana bisa aku memberi jika jiwaku mengeras. Tidak...itu tidak akan kulakukan. Masih banyak hal yang harus kurasakan sebelum sampai masaku disini. Entah itu sedih, susah, suka, atapun duka. Disekitar hidupku banyak yang menungguku untuk diberi. Tak peduli seberapa banyak yang bisa kubisa kuberi untuk mereka, aku hanya butuh mereka tertawa dan bangga telah memiliki diriku meskipun saat ini aku belum tau apa yang bisa kuberi, apa yang bisa membuat mereka bangga. Aku akan menangis jika itu perlu. Aku tetap akan menangis. Bukan menyesali keberadaanku, tapi menangis untuk sekedar melepas sesak didada. Aku benci menangis sendiri dalam gelap tapi aku butuh itu. Maka aku akan menangis, saya tidak akan menahannya jika air mataku ingin jatuh. Akan kubiarkan karena dengan begitu aku sungguh menghayati rasa.501.130609.

Tidak ada komentar: